Sunday, December 30, 2018

Curhat nya Pengamat Media Sosial





Saya mengamati banyak hal, selain tentang buku-buku nya Ika Natassa yang akan dijadikan film, nama teman-teman yang berubah menjadi nama buah hatinya, teman-teman yang dulunya hanya berfoto sendiri sekarang sudah bersama suami dan anaknya, saya juga mengamati komentar-komentar dari pengikut orang-orang penting di halaman facebook yang sering mengungkapkan kekecewaan nya pada seseorang tersebut dengan kata-kata yang walaupun halus, tapi tetap saja menyakiti hati, menurut saya.

Karena, satu orang saja yang mengungkapkan ketidaksenangan pada diri kita saja sulit, coba bayangkan bagaimana kalau puluhan bahkan ratusan orang yang berkomentar tentang hal yang sama menggunakan kata-kata yang menohok, tanpa mengingat bahwa seseorang tersebut bukanlah robot, tetapi manusia juga, yang memiliki perasaan..

Sesabar-sabarnya manusia, pasti akan merasa jenuh juga ketika menerima banyaknya komentar-komentar pedas yang dilontarkan orang banyak.. Tidak akan semudah itu untuk tidak memikirkan komentar-komentar yang masuk..

Menurut saya wajar jika beliau mengungkapkan kekecewaanya juga, sama seperti mereka yang mengomentari, wajar jika beliau tak selamanya bisa menyenangkan hati semua orang..
Kalau memang kecewa, ungkapkanlah melalui pesan, saya rasa jauh lebih bijak..

Ibarat nila setitik yang merusak susu sebelanga, mereka yang memberikan komentar-komentar pedas tersebut lebih fokus pada nila nya, bukan susu nya, saya sempat berfikir, bagaimana jika belanga nya pecah karena tak mampu menahan susu nya lagi, nila nya menjadi tak kelihatan, bahkan susu nya pun jadi tumpah berserakan kalau sudah seperti itu yang rugi siapa? Apakah seseorang yang dikomentari atau termasuk yang mengomentari??
Wallahu a'lam..


Janganlah terlalu fokus pada satu kesalahan manusia, sedangkan beliau sudah memberikan banyak kebaikan. Kalau ingin menegur, tegurlah dengan santun, kalau kecewa ungkapkanlah kekecewaan tersebut dgan santun pula. 

Tapi bukankah lebih baik mendoakan beliau, kalau memang sepertinya sudah tidak berada di jalan yang benar (menurut anda) doakanlah agar kembali jalur yang benar, doa orang banyak itu biasanya makbul loh.

Tapi siapalah saya, yang memberikan saran seperti ini, sukur² kalau ada yang baca, konon lagi ngarep dijalankan saran nya.. Saya hanya seorang pengamat saja, mengamati hal-hal yang menurut saya menarik yang terkadang menurut orang lain tidak.

Siapalah saya yang sering tidak sepaham dengan pemikiran orang banyak tentang ini yang menuliskan pendapatnya..


Tulisan ini juga pernah di muat di sini

Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi??








Akhir-akhir ini saya sering melihat komentar-komentar tajam, menghina, mencaci dan mengutuk seseorang di berbagai sosial media yang belum bisa dipastikan kebenaran isi dari tulisan tersebut. Dan yang sangat disayangkan, banyak diantaranya umat muslim menyebut muslimin dan muslimah lain nya dengan sebutan kafir, hanya karena perbedaan pendapat pada sebuah tulisan yang sedang marak diperbincangkan. Dan saya sangat yakin, banyak diantara mereka tak saling mengenal satu dengan lain nya.


Keimanan seseorang itu bukan kita yang menilainya, apalagi hanya dengan menilai dari tulisan-tulisan yang dibagikan nya di sosial media nya, bagaimana bisa dengan mudahnya seseorang yang hanya mengenal seseorang lain nya di dunia maya dengan semudah itu menyatakan bahwa fulan atau fulanah tersebut adalah seorang kafir. Tapi yang tak habis pikir nya lagi, saya pernah melihat seseorang yang disebutnya kafir itu adalah sahabatnya sendiri, seseorang yang sering menghabiskan waktu bersamanya selama ini.




Bagi sebagian orang, pada saat ini sepertinya tabayyun itu tidak perlu, ketika fulan atau fulanah salah maka akan menimbulkan subjektivitas yang berlebihan, hanya karena ketidaksenangannya pada seseorang tersebut.


Saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita dan teman-teman baik kita yang berpendidikan tinggi (mereka yang mampu melanjutkan pendidikan setelah Sekolah Menangah Atas) entah kenapa malah terlihat lebih tak berpendidikan, maaf, tapi memang begitulah kenyataanya yang saya lihat pada saat ini, mereka tak ma(mp)u menerima alasan apapun jika ada seseorang yang tidak sepaham dengan mereka, hal ini mengakibatkan seseorang tersebut menjadi terlalu berlebihan dan terlalu kaku dalam berpikir. Kalau pun akhirnya berselisih paham, mereka lebih memilih untuk memutuskan pertemanan mereka di sosial media, dan tak jarang di dunia nyata juga mereka lebih memilih untuk menghindari segala bentuk kegiatan yang mengharuskan mereka untuk bertemu.


Seharusnya kita bisa belajar dari Imam-imam besar Islam dalam mengemukakan berbagai pendapatnya. Ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Quran dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya dan tetap bersilaturahim satu dengan yang lain.


Melihat lagi keadaan pada saat ini, banyaknya individu yang terlalu berlebihan dalam memuja golongannya membuat kita melihat banyak konflik karena tak bisa menerima perbedaan pendapat orang lain dan terus menerus mencari kesalahan pihak lain tanpa memberi kesempatan untuk mendengarkan penjelasan terlebih dahulu dari pihak lain tersebut. Karena kebenaran mutlak hanya milik Allah, maka marilah sama-sama kita belajar lagi untuk lebih menghargai pendapat orang lain, hal ini akan menjauhkan kita dari tergesa-gesa mengambil kesimpulan, amarah dan konflik dari hal-hal yang belum bisa dipastikan kebenaranya.


Bukankah Baginda Rasulullah mengajarkan kita untuk menahan amarah, tidak tergesa-gesa dan ber-tabayyun dalam hal apapun?


Islam itu indah, segala sesuatu sudah ada pedomannya, jangan memutuskan tali silaturahim, jangan menyakiti sesama, jangan marah, jangan mencaci maki, berdiskusilah jangan berdebat, jangan melakukan kekerasan, jangan sakiti wanita, jangan berjudi, jangan meminum minuman keras, jangan mendzalimi diri sendiri dan banyak hal lainya. Tapi yang terlihat pada saat ini umat Islam malah banyak yang bertengkar satu dengan lain menyakiti hati saudaranya sendiri, banyak yang melakukan kekerasan dan banyak pula yang tak ma(mp)u menerima perbedaan pendapat dengan perdebatan yang berakhir dengan memutuskan tali silaturahim.



Tunjukkanlah kalau islam itu agama yang santun, kalau orang-orang Islam nya saja tak mampu mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari lantas siapa lagi??


Saya menulis ini karena saya pernah membaca percakapan saudara sebangsa yang non-muslim, bahwa umat Islam sekarang terlalu mudah untuk dihancurkan. Kemarahan mereka itu adalah kelemahan mereka, mana yang katanya umat muslim itu tak mudah marah, mana pula yang katanya umat muslim itu orang yang santun dalam berbicara dan mana pula yang menunjukkan umat muslim itu adalah umat yang sangat menghargai sesama.


Tulisan ini pernah saya post juga di sini

Saturday, March 11, 2017

Mimpiii..

Kalo ada rezki, panjang umur dan kesempatan..
ada beberapa hal yg pgen fa lakuin

1. Nge-umroh/haj emak n bapak
2. Umroh/haj wid zawji
3. Nenda di pantai n gunung
4. Keliling Nusantara
5. Keliling negara islam (Turki khusnya)
6. Punya tokbuk/rumah baca yg konsepnya kafe
7. Punya sekolah full day yg konsepnya mcem sekolah jepang
8. Bikin panti asuhan
9. Datengi semua museum di nusantara
10. - nanya zawji dulu - #lol

Keinginan sebanyak itu klo usaha nya ga ada duit dr mana upeenngg??
Yah namanya juga mimpi..
Mari mulai menabung..
Karena mimpi tanpa duit, cuma bakal jd impian... Iks..

Curhat nya Pengamat Media Sosial

Saya mengamati banyak hal, selain tentang buku-buku nya Ika Natassa yang akan dijadikan film, nama teman-teman yang berubah menjadi nama...